Laman

Sabtu, 21 November 2009

Aspirasi Berantas Korupsi Lewat Secarik Kertas

Jakarta - Banyak cara yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada si penguasa. Parlemen jalanan, aksi solidaritas, mogok makan, bahkan mungkin tindakan yang lebih anarkis lagi bisa dilakukan.

Namun ada juga cara lain yang sangat sederhana untuk bisa menyampaikan aspirasi atau sekadar berkeluh kesah terhadap negeri ini. Pohon harapan bisa salah satu alternatifnya.

Seperti yang dilakukan oleh komunitas masyarakat sipil anti korupsi (Kompak). Masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi mereka terkait pemberantasan korupsi dipersilahkan untuk menulis aspirasi mereka yang kemudian ditempelkan pada daun atau tangkai pohon harapan, di Ring Road Senayan, Jakarta, Minggu (22/11/2009).

"Antara Nenek Minah dan Anggodo," entah siapa yang menulisnya, dalam ratusan kertas warni warni yang menempel di pohon harapan tersebut tertulis kalimat demikian.

Mungkin maksud sang penulis ingin membandingkankan dua kasus hukum tetapi yang satu karena hanya seorang nenek tua, miskin dan tidak berpendidikan sehingga berlalu begitu saja. Sedang Anggodo kasusnya meluas karena ada uang yang cukup besar dalam kasus tersebut.

Meski terkesan hanya sederhana dan tidak memiliki pengaruh apa-apa, namun masyarakat begitu antusias menulis aspirasi mereka.

"Rencananya besok kita akan sampaikan (Pohon harapan) ke SBY," ujar salah satu panitia, Nia Saripudin.

Dalam acara tersebut panitia menyediakan dua pohon yang dalam waktu singkat sudah penuh dengan tempelan aspirasi.

Wus.... Tak lama berselang angin kencang datang yang menerbangkan aspirasi kertas ke berbagai arah dan beberapa terinjak-injak pengunjung lain yang pagi ini tampak memadati Senayan.

"Beginilah nasib aspirasi jika lewat secarik kertas," ujar seorang wartawan yang kebetulan meliput acara tersebut.

Monyet 'Anggogodo' Menunggang Buaya

Jakarta - Sehari sebelum Presiden SBY mengumumkan sikapnya atas rekomendasi Tim 8, dukungan pada peran penting KPK kian menguat. Sekelompok seniman yang tergabung dalam Seniman Masyarakat Anti Korupsi (Sempak) dan Cinta KPK (Cicak) mengungkapkan dukungannya dalam bentuk lukisan dan gambar karikatur.

"Ini sebagai bentuk keprihatinan kita kenapa KPK justru diberantas bukannya didukung. Ini salah satu dukungan kami," kata penggiata acara, Agam Fachturochman, kepada wartawan di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (22/11/2009).

Pelukis Dimas Prasetyo (63) menggambarkan seekor monyet yang diberi nama Anggogodo tengah menunggangi seekor buaya. Sang monyet memerintahkan buaya yersebut untuk melahap cicak. Dalam gelombang tsunami, cicak berupaya untuk menyelamatkan diri.

"Saya lukiskan Anggogodo jadi tuannya buaya," kata Dimas.

Dimas menggambarkan idenya itu dalam kain kanvas berukuran 2 x 1,5 meter. Dimas merasa tergugah dengan situasi kemelut antara KPK dan Polri.

"Saya sebagai seniman rakyat melihat situasi ini merasa tergugah. Yangg bisa saya sumbangkan ini dalam bentuk visual," kata Dimas.

Lukisan Dimas hanya satu di antara puluhan lukisan lainnya. Lukisan-lukisan itu nantinya akan dipamerkan untuk publik.
(mei/nrl)